STEREOTIPE TERHADAP SUKU BALANTAK DAN IMPLIKASINYA
(M. Muharli
Mua, S.Fils)
Selayang
Pandang Suku Balantak
Suku Balantak merupakan penduduk
asli daerah Luwuk yang terletak di Kabupaten Banggai (Luwuk), Provinsi Sulawesi
Tengah. Sejak terpisahnya Banggai menjadi Kabupaten Banggai Kepulauan (1999),
maka penduduk asli daerah Luwuk saat ini terdiri dari Suku Balantak, Saluan dan Andio. Suku Balantak terletak di sebelah
timur Sulawesi Tengah, persis di jazirah yang membentang panjang ke arah timur
yang menyerupai kepala burung. Pada jazirah tersebut hidup dan berkembang
masyarakat suku Balantak. Akan tetapi pada jazirah yang menyerupai kepala
burung tersebut terdapat pula Suku Saluan di bagian utara, sedangkan di bagian
timur hingga barat dihuni oleh masyarakat suku Balantak dan Andio atau Masama (bdk.
M. Muharli Mua, “Suku Balantak: Sejarah, Kebudayaan dan Filsafatnya”).
Desa-desa
atau kampung-kampung yang ada di daerah suku Balantak umumnya terletak di atas
tanah dataran rendah dan terletak di tepi pantai dan pegunungan. Namun
mayoritas desa-desa yang ada di daerah tersebut berada di daerah tepi pantai.
Antara desa yang satu dengan desa yang lain tidaklah saling sambung-menyambung
melainkan ada jarak beberapa kilometer. Perkampungan tersebut memanjang
mengikuti jalan raya atau jalan-jalan kecil (lorong).
Kebanyakan dalam satu desa terbagi
antara 3-5 dusun yang masing-masing dikepalai oleh kepala dusun. Sedangkan
pemimpin di masing-masing desa disebut kepala desa (dahulu disebut Bosaano).
Rumah-rumah penduduk desa menghadap jalan raya atau lorong-lorong. Jarak antara
rumah yang satu dengan rumah yang lainnya saling berdekatan satu dengan yang
lain. Meskipun demikian, masing-masing rumah juga memiliki pekarang di bagian
depan atau belakang rumahnya untuk ditanami buah-buahan, bunga, rempah-rempah
dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk rumah dahulu kala
adalah rumah panggung (bensa’). Hal ini dibuat dengan maksud agar terhindar
dari gangguan-gangguan binatang buas dan gangguan musuh seperti
perampok-perampok yang datang dari Ternate yang oleh masyarakat setempat sebut
sebagai manusia Tobero serta gangguan dari ata’dampas (Atadampas adalah budak yang menyelamatkan diri dari tawanan
Tobero, yang hidup dan tinggal di hutan di sekitar wilayah Lamala, Mantoh dan
Balantak). Menurut para tua-tua adat bahwa ata’dampas tersebut masa hidup
hingga kini di hutan wilayah daerah Suku Balantak.
Seiring
dengan perkembangan zaman, rumah-rumah di daerah Balantak yang sudah
menggunakan model dan motif rumah modern. Atapnya ada yang dari seng dan atau
rumbia. Dinding dan lantainya ada yang dari tembok, papan dan bambu. Di daerah
Balantak juga terdapat rumah modern-tradisional. Artinya bahwa rumah tersebut
dibuat campuran antara model modern di bagian depan rumah, sedangkan di bagian
belakang (dapur) bebentuk rumah panggung dengan dasar bambuu atau papan. Namun
kebanyakan rumah-rumah dibuat dengan menyesuaikan model atau motif yang sedang
popular. Hal ini menyebabkan rumah tradisional Balantak hampir punah dan bahkan
tidak semua orang Balantak tahu jenis dan model rumah adat tradisional suku
Balantak.
Apa itu Stereotipe?
Stereotipe adalah kombinasi dari ciri-ciri yang paling
sering diterapkan oleh suatu kelompok tehadap kelompok lain, atau oleh
seseorang kepada orang lain (Soekanto, 1993). Stereotip sebagai generalisasi kesan yang kita miliki
mengenai seseorang terutama karakter psikologis atau sifat kepribadian
(Matsumoto (1996). Pemberian sifat tertentu terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif, hanya karena ia
berasal dari suatu kelompok tertentu (in group atau out group), yang bisa
bersifat positif maupun negatif” (Amanda G., 2009). Pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari
kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang
tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut.
Stereotipe adalah pendapat atau gambaran mengenai
orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan
bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Kelompok ini mencakup
kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang
dengan penampilan fisik tertentu. Stereotipe kadang-kadang dijadikan alasan
untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap kelompok lain.
Stereotipe pada umumnya tidak memiliki sumber yang
jelas, berasal dari karangan- karangan suatu kelompok tertentu atau berasal
dari cerita- cerita turun temurun untuk dipakai sebagai kerangka rujukan
tentang seseorang, kelompok, budaya, bangsa, hingga agama. Sehingga segala
bentuk stereotipe adalah belum tentu kebenarannya, bahkan ada stereotipe yang
salah sama sekali kebenarannya. Tidak sedikt orang menjadikan stereotipe
sebagai alasan untuk mengucilkan kelompok lain berarti orang tersebut tidak
menganggap bahwa manusia memiliki keunikan yang bermacam- macam. Beberapa poin penting dari definisi stereotip
di atas antara lain penilaian yang bersifat subjektif dan dapat berupa kesan
positif maupun negatif. Walaupun lebih cenderung negatif. Stereotip biasanya
muncul pada orang-orang yang tidak mengenal sungguh-sungguh orang/kelompok
lain. Apabila kita menjadi akrab dengan etnis bersangkutan maka stereotip
tehadap orang/kelompok itu biasanya akan menghilang.
Stereotipe terhadap Suku Balantak dan implikasinya
Stereotipe
masyarakat luar terhadap suku Balantak yakni orang-orang Balantak jago dalam
hal ilmu-ilmu hitam maupun ilmu putih. Pandangan ini disatu sisi memberikan
kesan positif namun sekaligus juga negatif. Memang tak dapat dipungkiri semua
suku yang ada di muka bumi ini pasti memiliki ‘ilmu hitam dan ilmu putih’ yang
merupakan warisan dari para leluhur turun-temurun. Jadi, tak hanya suku
Balantak yang memiliki kepercayaan akan kekuatan-kekuatan magis. Begitu pula
dengan suku-suku yang ada di daerah Luwuk seperti suku Banggai dan suku Saluan
pun memiliki kepercayaan seperti demikian. Lantas, apa saja yang dimaksud
dengan ilmu hitam dan ilmu putih? Yang termasuk dalam ilmu hitam adalah
kekuatan-kekuatan magis yang dapat merusak, mengganggu bahkan membunuh orang
lain. Kekuatan-kekuatan magis tersebut yang ada dalam masyarakat suku Balantak
antara lain yakni Bapongko (kekuatan
magis yang dapat membunuh orang dengan cara sadis sesuai keinginan pelaku), Bapopok (membunuh orang lain dengan
memakan hati seseorang di malam hari. Hal ini dilakukan pada malam hari dengan
ciri-cirinya kepala terbang bersama isi perut. Balalais (mengganggu orang secara perlahan-lahan menderita hingga
mati), Baraba (menggagalkan niat dan
usaha orang lain yang sedang berkembang atau maju, merusak hubungan orang lain,
menghancurkan orang lain), Banampe (kekuatan
magis untuk memikat orang lain agar tertarik atau jatuh cinta kepada kita,
tunduk kepada kita dan percaya kepada kita) dan lain sebagainya. Sedangkan
yang termasuk dalam ilmu putih adalah
mengobati orang yang sakit yang disebut mamakuli.
Mamakuli juga termasuk mengobati orang yang kena ilmu hitam seperti yang
telah disebutkan di atas. Momoloopi,
yakni memandikan orang lain agar tidak terkena serangan ilmu jahat sekaligus
mengeluarkan kekuatan jahat yang sudah masuk ke dalam tubuh. Monsuma’ yakni mengobati orang sakit
seperti flu, demam atau sakit fisik lainnya yang disebabkan karena daya tahan
tubuh lemah, dan lain sebagainya.
Selain ilmu hitam dan ilmu putih,
ada juga ilmu yang dipakai untuk menjaga diri bila mendapat serangan atau
gangguan dari orang lain. Ilmu ini dapat menjadi ilmu hitam apabila
disalahgunakan. Mereka yang memiliki ilmu putih pasti memiliki ilmu hitam
karena melalui ilmu hitam tersebut mereka bisa mengobati. Hal ini tidak
sembarang orang memiliki kedua kekuatan tersebut, hanya orang-orang tertentu
saja. Apabila ilmu-ilmu disalahgunakan akan berakibat fatal untuk diri sendiri
maupun keluarga dan orang lain. Dalam setiap kampung yang ada di wilayah suku Balantak, tidak
semua orang memiliki ilmu hitam maupun ilmu putih.
Patut diakui bahwa suku Balantak
adalah suku yang paling kuat diantara suku-suku yang ada di Sulawesi Tengah
bahkan paling ditakuti di Kabupaten Banggai hingga Kepulauan Banggai. Dalam
sejarahnya, ketika para penjajah dan para serdadu dari Kerajaan Tidore (Tobelo,
namun orang Balantak menyebutnya dengan orang-orang Tobero. Hingga kini, Tobero
diasosiasikan oleh orang Balantak sebagai orang-orang jahat, pencuri dan
perampok) yang mau menjajah dan menguasai suku ini, maka mereka bisa
menghalaunya dengan cara berperang dan menggunakan kekuatan-kekuatan ilmu
sakti. Seperti contoh ketika para serdadu Tobero datang menyerang wilayah
Balantak, mereka banyak yang tewas dan tidak kembali lagi ke Ternate. Tempat-tempat
penyerbuan kedua kubu ini antara lain yakni di Eetap (antara Desa Boras dan
desa Sulubombong) dan di Oan (antara Desa Lonas dan desa Tombos). Peristiwa ini
masih segar diingatan para tua-tua adat di negeri Balantak. Seorang pemberani
yang sangat terkenal, yang patut diabadikan namanya yakni ANDULU. Andulu adalah
seorang pejuang, pemberani dan pembela suku Balantak. Ia bukan seorang raja
atau bangsawan namun seorang rakyat jelata yang bangkit untuk melawan
ketidakadilan dan memperjuangkan kehidupan seluruh rakyat di negeri Balantak.
Menurut para tua-tua adat Balantak, Andulu berasal dari Balantak Lo’on yakni
dari Sulubombong. Hingga kini, ada keturunan Andulu yang masih menyimpan
warisannya bahkan termasuk rambut Andulu. Untuk mengetahui dan melihat warisan
sang heroik ini bukanlah hal yang mudah dan tidak sembarang tempat untuk
memperlihatkannya. Bahkan tidak semua orang Balantak mengetahui pemegang
warisan tersebut. Tentu saja, Andulu tidak berperang sendirian melainkan
bersama keluarga dan orang-orang Balantak lainnya.
Melalui penelusuran historis ini
maka dapat dikatakan bahwa orang Balantak memang pemberani dan pembela
negerinya. Dahulu memang ilmu kekuatan masih kuat dan sangat diperlukan guna
menyelamatkan diri dari bangsa penjajah dan penguasa. Ilmu-ilmu itu tentunya
masih diwariskan hingga kini. Akan tetapi tidak sembarang orang dapat diberikan
ilmu magis tersebut. Sama halnya dengan suku-suku Indian, suku Dayak dan
suku-suku di Papua pun memiliki ilmu-ilmu kekuatan magis. Dalam konteks ini,
tidak semua orang Balantak memiliki baik ilmu hitam maupun ilmu putih karena
hal ini tidak sembarang untuk diajarkan dan tidak sembarang pula diberikan.
Dalam sejarahnya, suku Balantak
adalah pemberani dan pemegang ilmu-ilmu sakti tertinggi di antara suku-suku
yang ada di wilayah Kabupaten Banggai dan Kepulauan Banggai maka hal ini
berimplikasi pada stereotipe pada masyarakat suku Balantak. Stereotipe
positifnya adalah suku Balantak pemberani, tidak mudah untuk ditaklukan, dapat
mengobati sakit penyakit akibat serangan ilmu hitam dll. Sedangkan stereotipe
negatifnya adalah masyarakat suku Balantak memiliki ilmu-ilmu hitam.
Implikasi
dari streotipe ini, pertama ada keyakinan dalam diri suku-suku lain bahwa semua
orang Balantak baik anak kecil hingga anak dewasa pasti dibekali ilmu sakti.
Karena dibekali ilmu-ilmu sakti maka orang Balantak disegani sekaligus juga
selalu dicurigai. Mengapa? Karena bila ada suku lain yang menetap atau tinggal
untuk beberapa hari di salah satu desa di daerah Balantak mengalami sakit,
dipastikan mereka akan menyimpulkan bahwa mereka sakit karena terkena serangan
ilmu jahat dari suku Balantak. Padahal mungkin saja orang tersebut terkena flu
tapi karena sudah terkenal dengan ilmu hitam maka sakit fisik pun
dikait-kaitkan dengan ilmu hitam. Akibatnya pula, semua orang Balantak selalu
dicurigai dimana-mana, terlebih khusus di daerah Kabupaten Banggai dan Banggai
Kepulauan. Contoh lain misalanya; ada seorang cowok suku Balantak berpacaran
dengan suku non Balantak. Masyarakat non Balantak dipastikan akan mengatakan
bahwa gadis tersebut pasti sudah terkena ilmu sakti dari Balantak. Padahal
keduanya saling cinta dan tidak ada ilmu-ilmu yang dipakai. Bahkan ketika orang
Balantak menjadi pemimpin atau sukses, ada kecurigaan bahwa kesuksesan tersebut
diperoleh dengan kekuatan-kekuatan magis. Anggapan-anggapan negatif merupakan
pembunuhan karakter terhadap anak negeri.
Implikasi
yang kedua adalah terhambatnya pembangunan di wilayah suku Balantak. Mengapa
terhambat? Karena orang-orang takut untuk bekerja di wilayah ini. Ada beberapa
teman yang mengaku bahwa mereka takut pergi ke daerah Balantak bahkan ada pula
yang rela untuk tidak mau dimutasi pekerjaannya di wilayah ini. Alasannya
karena takut kena santet. Dalam konteks ini, saya berpikir bahwa terhambatnya
pembangunan dan infrastruktur prasarana dan sarana di wilayah suku Balantak
terjadi mungkin saja disebabkan karena adanya anggapan bahwa adat istiadat
masyarakat setempat masih kuat sehingga membuat para penentu kebijakan di
daerah ini terkesan “takut” untuk membuat terobosan pembangunan di negeri ini.
Bila dikontraskan dengan daerah Batui hinggai Toili, pembangunan infrastruktur
jalan dan lain sebagainya masih lebih baik dibandingkan dengan wilayah
Balantak. Disini ada ketimpangan kebijakan yang tidak merata. Lantas saya
berpikir, hal ini terjadi karena adanya ketakutan pada budaya masyarakat
setempat ataukah ada diskriminasi pembangunan? Ataukah hal ini disebabkan
karena faktor struktural yang diskrimanatif atau faktor kultural masyarakat
setempat? Tentu kita tidak bisa memberikan jawaban yang spekulatif akan tetapi
perlu ada kajian yang objektif dan kritis tentang permasalahan ini.
KESIMPULAN dan SARAN
Suku
Balantak adalah suku asli daerah Luwuk yang pantas untuk diangkat dan
dikembangkan kebudayaannya. Anggapan-anggapan negatif terhadap suku ini
haruslah disingkirkan. Tidak semua masyarakat suku Balantak memiliki ilmu hitam
dan ilmu putih. Ilmu sakti ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu saja
dan tidak sembarang digunakan. Orang-orang Balantak adalah masyarakat yang
ramah dan memiliki tata krama. Bila kalian datang di negeri ini dengan tujuan
yang baik, hati yang mulai dan bekerja dengan baik maka mereka pun akan
menghargai dan mencintai anda. Buanglah pikiran-pikiran negatif anda tentang
suku Balantak karena mereka tidak senegatif yang anda pikirkan itu. Janganlah
takut untuk bekerja di daerah ini karena mereka sangat menghormati sesama yang
mau bekerja untuk daerahnya. Anggapan negatif terhadap suku Balantak dengan
sendirinya terbantahkan karena tidak semua orang Balantak memiliki ilmu sakti. Kepada
BUPATI dan Wakil BUPATI Kabupaten Banggai, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Banggai, Sekretaris Daerah Kabupaten Banggai, para Kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Banggai, MARILAH,
PALINGKANLAH wajah anda untuk membangun Suku Balantak yang meliputi wilayah Masama,
Lamala, Mantoh dan Balantak. TENGOKLAH ke dalam suku ini, akan betapa indahnya
bila anak-anak negeri ini diperhatikan secara optimal. Berdayakanlah mereka,
tingkatkan perekonomian mereka dan sekolahkan anak cucu mereka.
Catatan: Referensi dalam karya tulis ini merujuk dalam karya tulis M.Muharli Mua, S.Fils yang telah banyak
melakukan riset tentang Suku Balantak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar